Langsung ke konten utama

Selamat Hari Lahir Pancasila Kita


Tujuh puluh tiga tahun lalu, dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Ir. Soekarno menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara, yakni Pancasila. Tidak hanya sampai di situ saja, kemudian diikuti perumusan dan penyusunan undang-undang dasar oleh panitia kecil BPUPKI dengan berpedoman pada gagasan Ir. Soekarno tersebut. Sampai tahun 2018 ini, kita sebagai bangsa masih berpedoman pada Pancasila. Meskipun dalam sejarahnya, beberapa kali Pancasila sempat digoyahkan oleh pemberontakan NII atau DI/TII (Negara Islam Indonesia ) pimpinan Kartosoewiryo, kemudian Partai Komunis Indonesia atau PKI (meskipun DN Aidit menyangkalnya), serta Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan paham khilafah Islamiyah yang menurut hemat penulis merupakan corak fasisme bertemakan agama.

Menurut penulis, Pancasila sudah final dan merupakan gagasan serta ideologi terbuka yang sangat sesuai untuk segenap bangsa Indonesia yang hidup di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, harus dipahami juga bahwa Pancasila adalah jati diri setiap anak bangsa. Sebagai jati diri, segenap anak bangsa harus memaknai atau menjiwai lebih dalam dan mengamalkan setiap sila dengan sebaik-baiknya di kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila juga harus dipahami sebagai dasar filosofi dalam membangun peradaban bangsa dan negara Indonesia serta sebagai dasar sumber hukum yang ada di Indonesia atau dalam artian semua produk hukum baik dari pemerintah pusat maupun daerah tidak boleh bertentangan dengan lima sila di Pancasila.

Saat ini, jaman dimana informasi menyebar dengan mudah dan cepat, banyak bertebaran ujaran atau statement di media internet baik dari kelompok maupun perorangan yang menurut penulis cenderung membenturkan antara Pancasila dengan agama (Islam). Mereka menyusun narasi-narasi mengenai Pancasila yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, terdapat juga suatu kelompok yang menyatakan bahwa Pancasila adalah thogut dan menganggap bangsa Indonesia yang menerima Pancasila adalah kaum kafir. Menurut penulis, pemikiran seperti inilah yang mempersulit negeri ini untuk maju. 

Agama (Islam) tidak selayaknya dipertentangkan dengan Pancasila, karena letak agama adalah sebagai inti dari Pancasila. Pancasila merupakan kesepakatan bersama segenap bangsa yang mendiami Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana di dalamnya mengandung rangkuman-rangkuman atau intisari dari ajaran agama yang tumbuh dan berkembang di NKRI. Penulis yakin, semua ajaran agama di Indonesia selalu Ber-Ketuhanan, Ber-peri Kemanusiaan, menjunjung tinggi Persatuan, mengutamakan Musyawarah, serta Ber-Keadilan Sosial. Menurut penulis, untuk masyarakat muslim Indonesia, Pancasila merupakan cerminan dan implementasi dari syariat Islam. Dengan intisari yang dikemas dalam lima sila Pancasila memudahkan untuk diingat dan dijiwai serta dijadikan landasan dalam membangun negeri oleh segenap bangsa dengan latar agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Sesuai dengan pernyataan Ir. Soekarno dalam buku Tjamkan Pantja Sila bahwa pada garis besarnya bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pancasila memiliki ruh di sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap sila di Pancasila pun dapat ditafsir dan didiskusikan oleh segenap anak bangsa.

Pancasila dalam perjalanannya memang hampir remuk redam, digebuk sana-sini oleh DI/TII dan PKI di masa lalu, dijadikan komoditas politik oleh rezim Orde Baru dibawah pemerintahan Soeharto, serta hampir digebuk lagi oleh HTI di jaman modern ini. Namun, Pancasila masih kuat dan selamanya akan mengakar di bumi Nusantara. Inilah Pancasila kita, Pancasila yang harus kita jiwai dan amalkan bersama-sama di tengah beragam latar belakang kita, untuk menuju NKRI yang semakin berjaya.

Selamat Hari Lahir Pancasila (1 JUni 1945 - 1 Juni 2018).


Salam, 
Penulis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa