Langsung ke konten utama

Toleransi Untuk Indonesia Kita

Indonesia itu punya titik lemah, dimana titik lemah ini bisa menjadi jalan pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Titik lemah tersebut adalah perbedaan, baik itu perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan, bahkan juga perbedaan dalam pandangan atau pemikiran atas suatu hal. Namun, nyatanya sampai tulisan ini diketik, NKRI masih berbentuk NKRI. 


Inilah Indonesia, dalam bentuk NKRI, yang sampai saat ini mampu mengelola perbedaan tersebut. Boleh dikata bahwa Indonesia adalah "satu dalam perbedaan" atau semboyannya Bhinneka Tunggal Ika. Dengan adanya keunikan inilah, Indonesia menjadi percontohan kehidupan berbangsa bagi negara-negara lain di planet bumi ini.


Perbedaan tersebut mengerucut ke dalam kesatuan yang dinamakan bangsa, dimana semua bersepakat bahwa hanya ada satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Kemudian perbedaan yang telah melebur ke dalam bentuk satu bangsa tersebut merasa memiliki tanggung jawab terhadap tanah air yang membentang dari Sabang sampai Merauke. 


Perbedaan adalah suatu kepastian, dan itulah kenapa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan perbedaan supaya dalam perbedaan kita saling mengenal dan terciptalah suatu keindahan. Keindahan yang bisa dibilang sudah semakin terjalin hendaknya tetap dirawat dan juga dipupuk supaya lebih berkembang lagi di tanah nusantara ini. Dengan begitu, perbedaan yang sudah ada ini adalah berkah tak terkira dari Tuhan Yang Maha Esa, sehingga bersyukur adalah kewajiban kita semua baik itu penganut 6 agama resmi ataupun ratusan penghayat kepercayaan.


Keindahan dan kedamaian bumi nusantara adalah pokok atau dasar, sehingga harus kita rawat sebagai pengejawantahan rasa syukur. Jaman semakin bergerak ke depan, bangunan yang bernama Indonesia ini benar-benar butuh keindahan sikap dan sifat kita sebagai salah satu komponennya sehingga Indonesia benar-benar indah selamanya. Sikap indah yang dibutuhkan negeri ini adalah toleransi, kedewasaan berpikir dan berpikiran terbuka. Dalam ranah suku dan budaya, Indonesia dibilang negara dengan banyak suku dan budaya yang mengagumkan. Kemudian dalam ranah agama, tidak dipungkiri bahwa Indonesia memiliki semangat keagamaan yang kuat dan pemikiran-pemikiran keagamaan yang beragam dimana hal ini juga menjadi salah satu pondasi bangunan Indonesia. Semangat keagamaan beserta pemikiran-pemikiran antar pemeluknya telah kait-mengkait membingkai Indonesia dengan lem yang bernama "toleransi".


Mari yang Muslim beribadah sesuai dengan agamanya, yang Katolik beribadah sesuai dengan agamanya, yang Kristen beribadah sesuai dengan agamanya, yang Budha beribadah sesuai dengan agamanya, yang Hindu beribadah sesuai dengan agamanya, yang Konghucu beribadah sesuai dengan agamanya, serta yang penghayat kepercayaan beribadah sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya. Mari semuanya beribadah dengan sebenar-bebar ibadah di bumi nusantara ini sehingga membentuk garis vertikal imajiner yang luar biasa dampaknya, dan jangan lupa dengan garis horizontal imajiner yang bernama toleransi dengan dampak yang luar biasa pula.


Selalu cintai tanah air kita dengan selalu mengedepankan pikiran terbuka, kedewasaan berpikir, dan toleransi. Tanpa adanya hal tersebut, tidak akan ada bangsa dengan tanah air Indonesia.


Tulisan singkat ini dibuat dalam rangka memperingati Hari Toleransi tanggal 16 November 2017.


Salam mlaku-mlaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa