Langsung ke konten utama

Konsumsi Travelling

Sepeda onthel yang disusun berjajar di pelataran museum Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta, Selasa (1/7/2014). Sepeda tersebut telah menjadi ikon wisata di kawasan Kota Tua.


Penurunan daya beli masyarakat, telah menjadi bahan pemberitaan yang hangat bahkan panas hampir sebagian besar media beberapa bulan lalu, mungkin masih berlanjut sampai catatan ini ditulis. Satu kubu mempercayai bahwa kebijakan pemerintah-lah yang menyebabkan kondisi ini, sedang kubu satunya berpendapat bahwa daya beli masyarakat tidak menurun. Penurunan daya beli dikhawatirkan akan mempengaruhi perekonomian suatu negara.

"Lho apa kaitannya isu nasional tersebut dengan tulisan blog yang harusnya berisi tentang mlaku-mlaku alias jalan-jalan?"

Begini lho, paragraf di atas hanya awalan saja, bukan bermaksud pro pada satu kubu atau kubu lainnya. Lanjutannya begini, daya beli masyarakat Indonesia akhir-akhir ini memang menurun, salah satu bukti adalah banyak sektor ritel yang gulung tikar, bahkan mungkin mall banyak yang terlihat sepi pengunjung. Namun, menurut hemat penulis berdasar membaca kanan-kiri, ternyata yang terjadi akhir-akhir ini adalah pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia.

Ada yang bilang jaman sudah berubah, teknologi semakin berkembang, salah satunya adalah teknologi informasi. Salah satu pergeseran tersebut adalah terjadinya peningkatan daya beli masyarakat secara daring. Kemudian daya beli masyarakat bergeser ke arah kuliner. Ada yang bilang, saat ini bisnis kuliner sedang bagus-bagusnya. Handphone semacam smartphone dan pulsa internet juga merupakan arah pergeseran konsumsi masyarakat Indonesia. Lalu, saat ini juga banyak masyarakat yang inginnya menabung atau membelanjakan uangnya untuk investasi, seperti reksadana dan saham. Jika di beberapa masa silam, investasi seperti itu hanya dipikirkan oleh kalangan atas, saat ini investasi sudah dilakukan oleh masyarakat menengah.

Kemudian pergeseran konsumsi masyarakat Indonesia berikutnya adalah travelling


Sejumlah kapal motor diesel dilabuhkan di dermaga Pelabuhan Perikanan Pantai Tasik Agung, Kabupaten Rembang, Rabu (30/7/2014).


Lho kok travelling?

Ya benar, banyak masyarakat saat ini membelanjakan uangnya untuk jalan-jalan atau nge-trip ata istilah baratnya, travelling. Pada umumnya pergeseran di sektor jalan-jalan banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat muda, dan Republik Indonesia kebetulan mempunyai populasi masyarakat muda yang terbilang besar. Saat ini, ibaratnya hampir semua tempat wisata di negeri ini dapat kita ketahui hanya melalui internet dan media sosial, seperti instagram, twitter, youtube dan facebook. Tidak lain disebabkan oleh masifnya masyarakat yang pergi jalan-jalan kemudian mengabadikannya dan mengunggahnya ke media sosial, baik foto atau video vlog ataupun tulisan seperti blog ini.

Menurut hemat penulis, media sosial merupakan salah satu bukti anomali pergeseran pola konsumsi masyarakat seperti ini. Bahkan saat ini banyak akun-akun di media sosial atau internet yang khusus berisikan tentang jalan-jalan alias travelling. Selain bukti nyata, akun-akun tersebut dapat menulari masyarakat lainnya yang awalnya tidak membelanjakan uangnya ke arah travelling menjadi akan membelanjakan uangnya ke travelling. Atau bukti lainnya dari anomali ini adalah selalu membludaknya setiap event tentang travelling, apalagi yang ada diskonnya. 

Bahkan, penulis sering mendengar bahwa, sebagian besar dari masyarakat yang menggeserkan konsumsinya ke arah travelling, mereka rela memotong konsumsi harian hanya untuk travelling dan juga membeli peralatan yang mendukungnya, seperti kamera. 

Kamera, salah satu benda yang wajib dimiliki oleh para traveller atau backpacker, dapat berupa kamera handphone, action camera, kamera pocket atau pun kamera yang lebih profesional seperti mirrorless dan DSLR. Benda ini, menurut pengamatan penulis secara diam-diam, juga lagi tinggi-tingginya perdagangannya. Dari yang murah sampai yang termahal, tampaknya selalu laku di pasaran. Kamera adalah inti dari perekaman suatu kegiatan atau peristiwa, sehingga mungkin ada yang nyelethuk bahwa no pic, hoax

Maka dari itu, kamera harus selalu menemani setiap kegiatan jalan-jalan yang kita lakukan, apa pun kameranya. Jalan-jalan sambil memotret adalah candu, menurut penulis. 


Salam mlaku-mlaku

Kunjungi juga lapak kami di https://www.kompasiana.com/dicky_wibowo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa