Langsung ke konten utama

Perjalanan Sore Yang Tidak Biasa #2

Perjalanan menggunakan transportasi umum di kota besar menciptakan keunikan tersendiri, adanya pola-pola hiruk pikuk masyarakat yang saling sapa dan kait mengkait telah menghidupkan sebuah kota. Banyak sekali pola-pola kehidupan masyarakat di dalam transportasi umum ini yang dapat ditangkap, ada baiknya kita rekam dengan menggunakan kamera. Namun, di tulisan ini, penulis tidak merekamnya dengan kamera melainkan dengan indera pendengaran dan kemudian menuliskannya di sini.

Transportasi umum seperti bus kota nyatanya telah menjadi kebutuhan primer masyarakat urban. Kehidupan di dalam sebuah bus antar kota bisa diibaratkan sampel sebuah populasi masyarakat urban. Sebuah sampel terhadap "hiruk pikuk" nya masyarakat urban yang sungguh menarik untuk diamati. Seperti kejadian saat sore beberapa hari lalu di bus kota yang melayani rute Blok M - Bekasi.

Kala itu, bus sudah terisi hampir penuh saat akan meninggalkan terminal Blok M, Jakarta, menuju Bekasi. Entah karena akhir pekan atau entah karena apa, masih misterius penuhnya bus ini, karena biasanya bus penuh setelah sampai di halte Semanggi. Bus melaju dengan kecepatan biasa, melewati Jalan Pattimura lalu menuju Jalan Sudirman, pengamen dengan lagu mata indah bola pingpong dan lagu Iwan Fals lainnya mengiringi perjalanan. Kemacetan waktu itu bisa dibilang wajar karena kepadatan kendaraan di lampu merah sekitaran Bunderan Senayan.

Tersebutlah dua orang calon penumpang yang kemudian menjadi penumpang bus kota ini tentunya setelah mereka menaiki bus di Jalan Sudirman, tepatnya di depan fX Sudirman, Senayan. Satu laki-laki dan satu perempuan, kemungkinan berumur sekitar 40-an. Kedua penumpang tersebut berpenampilan sedikit formal yang menandakan mereka bukan orang biasa, maksudnya orang kantoran. Entah kantor apa gerangan, yang terlihat kemungkinan kantor yang bergengsi. Penumpang laki-laki menggendong tas ransel dan penumpang perempuan membawa koper kecil. Kedua penumpang tersebut dengan serta merta menduduki kursi bus yang terdiri dari tiga kursi di urutan kedua dari depan, mereka duduk bersebelahan dimana yang laki-laki di pinggir dekat koridor bus, sedangkan yang perempuan di tengah, karena di posisi pojok dekat kaca jendela telah ditempati oleh penulis. Sebelum duduk di tempatnya, penumpang perempuan menitipkan koper hitam kecilnya di area depan, dashboard bus, sedangkan penumpang laki-laki tetap membawa tas ranselnya ke tempat duduknya.

Sebenarnya tidak ada yang luar biasa dari kondisi sore tersebut. Hanya saja yang membuat tidak biasa adalah penumpang wanita tersebut menutupi mulutnya dengan sapu tangan kain sambil sedikit sesenggukan. Tak lama sejak dua penumpang itu duduk, beberapa pemikiran terlintas, apakah yang terjadi dengan penumpang sebelah tersebut?, apakah kedua penumpang sebelah saling kenal?, ataukah terdapat tindakan kriminal.

Ke-kepo-an, istilah kekiniannya, terjawab setelah bus kota hampir memasuki Semanggi, saat si pengamen sudah menutup lagunya, dan si penumpang wanita sebelah semakin sesenggukan, rasa-rasanya menangis. Tak dinyana, berdasarkan ketidaksengajaan mendengarkan perbincangan "urusan" penumpang sebelah, diperoleh informasi bahwa penumpang laki-laki dan perempuan yang naik dari fX Sudirman adalah sepasang suami istri, sama-sama orang yang kerja kantoran, sebuah kantor yang mentereng dengan lokasi yang tidak sama. Namun ternyata ada "aib" di hubungan kedua penumpang tersebut yang tidak sengaja tertangkap oleh telinga ini.

"Urusan" orang lain yang tidak sengaja terdengar di sore tersebut menjadikan perjalanan sore dengan bus kota menjadi tidak biasa atau bisa dibilang mungkin keadaan tersebut menggambarkan secuil lifestyle masyarakat urban. Sebenarnya agak ragu menuliskan pengalaman perjalanan sore itu di blog ini, tetapi daripada tidak ada yang ditulis, hehehe.

Kedua penumpang yang naik bus dari fX Sudirman yang merupakan sepasang suami istri tersebut sedang mengalami permasalahan dalam hubungannya. Berdasarkan ketidaksengajaan mendengar perbincangan mereka yang suaranya cukup jelas terdengar, si laki-laki sebagai suami berniat berniat "melepas" si wanita yang notabene adalah istrinya secara legal formal. Klasik memang, keadaan tersebut sudah sangat lazim terjadi masyarakat urban, yang hidup di kota besar semacam Jakarta.

Dari perbincangan mereka, tertangkap bagaimana si lelaki dengan sikap tenangnya memperbincangkan hal tersebut, sedangkan si wanita tampak pecah perasannya. Ya, tangisan yang tersedu-sedu tersebut juga sedikit memecah keheningan penuhnya penghuni bus kota yang saat itu melaju di tol dalam kota Jakarta.

Berkali-kali si penumpang wanita yang tengah menangis tersedu tersebut mengucapkan kata permintaan maaf ke penumpang laki-laki. Sedangkan si penumpang laki-laki dengan tenangnya mencoba meredam tangisan wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya, sambil berucap mengenai sebuah konsekuensi yang harus diambil. Ah, entah konsekuensi seperti apa yang mereka maksudkan.

Jalan tol yang ramai dan tidak terlalu macet membuat bus melaju agak cepat beriringan dengan perbincangan permasalahan hidup dan tangisan penumpang sebelah telah membuat beberapa penumpang kesulitan menikmati tidur. Tidak berapa lama, bus pun sampai di gerbang tol Jatibening, biasanya bus kota akan berhenti di Jatibening (gerbang tol Jatibening, Bekasi), kemudian kedua penumpang sebelah pun turun di Jatibening. Tampak si laki-laki berjalan menggandeng istrinya yang masih sesenggukan, mungkin itu gandengan terakhir atau romantisme terakhir dalam kehidupannya, entahlah.

Lantas, apa yang diperoleh dari pengalaman yang dibilang tidak biasa ini?, sebenarnya itulah potret kehidupan masyarakat urban kita. Entah siapa yang benar atau siapa yang salah. Kehidupan urban dengan lifestyle yang ekstra-dinamis membuat kehidupan masyarakat urban mudah menjadi seperti apa yang terjadi pada mereka. Mungkin kita selalu berharap besar supaya apa yang menimpa mereka tidak terjadi pada kita, entahlah.

Tak lama, karena bus tidak keluar tol Jatibening, bus pun melaju lagi menuju kota Bekasi tanpa ada penumpang baru. Setelah kedua penumpang dengan permasalahan pelik tersebut turun, tidak terdapat peristiwa unik di dalam bus kota, kecuali pengamen wanita dengan suara cemprengnya mengiringi perjalanan sampai gerbang tol Bekasi Timur dan jalan tol yang agak macet di sekitaran Cikunir.

Transportasi umum memang menyimpan cerita tersendiri. Kadang kita bisa menangkap dan kadang kita pun kesulitan menangkap ceritera unik tersebut. Namun, apa pun keunikannya, bolehlah kita rekam dan tulis, siapa tahu nanti dapat menjadi pembelajaran kehidupan manusia. Tetap jalan-jalan dan lebih baik gunakan transportasi umum untuk penghematan energi dan mengurangi polusi.

Salam mlaku-mlaku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa