Langsung ke konten utama

Menyikapi Berita Miring alias Hoax

Beberapa waktu lalu dan sampai saat ini pun media massa arus utama ramai memberitakan mengenai terungkap dan tertangkapnya "perusahaan" pembuat dan penyebar berita hoax, dimana "perusahaan" ini telah beroperasi sejak tahun 2015 dan tentunya dari segi finansial perusahaan ini telah meraup keuntungan yang tidak begitu sedikit. Jika dilihat dari rentang waktu si perusahaan beroperasi, tentunya bisa dibilang tidak sebentar ya, dari tahun 2015 sampai tahun 2017, katakanlah sekitar 2 tahun perusahaan ini beroperasi tentu sudah memproduksi berita-berita hoax yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan, baik yang berbentuk tulisan layaknya sebuah berita maupun gambar meme. Miris lagi ketika membaca sebuah berita di media massa arus utama yang melaporkan bahwa fanpage akun perusahaan tersebut di salah satu media sosial telah diikuti oleh banyak netizen.

Bayangkan, selama dua tahun, produksi dalam jumlah besar disertai dengan kegiatan sharing berita hoax oleh netizen pengikut bahkan oleh netizen non pengikut mungkin telah menjadikan berita hoax secara otomatis ter-multiplikasi, dan menurut hemat penulis, mungkin sudah dibaca oleh hampir separuh masyarakat Indonesia. Miris ya, masyarakat Indonesia yang seharusnya mendapatkan bacaan-bacaan yang positif dan membangun justru di-cekok-i oleh berita-berita miring bin palsu.

Banyak ahli menyatakan bahwa berita hoax yang merupakan berita miring atau tidak benar merupakan penyebab perpecahan sosial di masyarakat dan bahkan antar negara. Nah apa sih tujuannya si perusahaan pembuat dan penyebar hoax tersebut?, entahlah, jika membaca berita dimana sekali pesanan akan suatu isu dihargai sampai puluhan juta rupiah, maka bisa jadi tujuan utamanya adalah keuntungan ekonomi. Lantas tujuan lainnya apakah tidak ada?, entahlah, mungkin pihak berwajib yang lebih mengetahui motif dan tujuan pastinya. Nah apakah penurunan skor dan posisi Indonesia dalam Global Peace Index merupakan suatu hasil dari maraknya berita-berita miring nan provokatif?, entahlah. Namun, yang pasti, menurut si penilai Global Peace Index, negeri ini dinilai masih tidak stabil dan memiliki potensi kekerasan yang tinggi (kekerasan, konflik di dalam negeri, serta kebencian antar ras atau suku)

Nah yang utama bagi kita, warga negara sekaligus merangkap sebagai netizen adalah selalu cerdas dalam mengkonsumsi berita-berita yang beredar di internet dan juga yang menghinggapi media sosial kita. Menurut hemat penulis, masih banyak netizen Indonesia yang hanya menerima suatu berita tanpa menguji ke-valid-an berita tersebut. Lantas caranya seperti apa?,

Mencari dan membaca lebih dari satu sumber berita akan menghindarkan kita dari pengaruh berita-berita miring yang saat ini tengah banyak beredar. Kemudian, dalam suatu pemberitaan oleh media massa, mereka selalu mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik, dimana media massa arus utama bisa menjadi rujukan dalam mencari perbandingan pemberitaan akan suatu isu yang tengah berkembang. Tentunya cara ampuh untuk menghindarkan kita dari berita-berita miring adalah sering-seringlah membaca buku-buku "berbobot", memfilter dan menganalisis, serta berpikiran terbuka. Buku "berbobot" di sini maksudnya bukan buku yang berat timbangannya, tetapi buku yang berbobot dari segi konten.

Kemudian apabila kita menerima dan membaca berita yang terindikasi hoax di media sosial, maka sebaiknya dan saran penulis jangan gampang men-share berita tersebut, tujuannya adalah untuk menghambat multiplikasi berita tersebut sehingga tidak mudah menyebabkan perpecahan atau konflik horizontal di masyarakat. Ibaratnya jika dalam suatu kasus wabah penyakit, kita berperan sebagai penghambat tersebarnya wabah tersebut, cukup keren kan ^^

Mengenai apakah terungkap dan tertangkapnya perusahaan pembuat dan penyebar berita hoax yang beromset besar menjadikan kehidupan kita bebas dari hoax atau berita miring?, menurut penulis jawabannya adalah "tidak" dan "belum", karena perkembangan dunia siber semakin pesat sehingga kerawanan dan penyimpangan juga akan mengikuti seberapa pesat perkembangan dunia siber tersebut.  

Yuk selalu cerdas dan bijak dalam mengkonsumsi berita di internet dan media sosial, serta jangan lupa jalan kaki untuk bumi yang lebih baik.

Salam mlaku-mlaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa