Langsung ke konten utama

Wisata Konservasi

Bumi Indonesia sangat kaya akan sumber-sumber keindahan, baik itu keindahan yang diciptakan oleh manusia dalam bentuk seni budaya maupun keindahan yang diciptakan oleh Tuhan yang berupa keindahan bentang alam dan keanekaragaman hayati Indonesia. Sebagai contoh, eksotika alam pulau Jawa dan Bali saja sudah begitu menakjubkan, apalagi seluruh wilayah Indonesia. Menurut pemikiran penulis, bisa dikatakan bahwa, kita, masyarakat Indonesia begitu dimanja oleh kekayaan alamnya yang berlimpah sehingga tak jarang banyak dari kita yang terlena dengan keadaan ini. Namun, di sisi lain, alam beserta keanekaragaman hayatinya telah memotivasi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk menghasilkan karya yang sangat menakjubkan dan mempesona, misalnya adalah produk seni dan budaya.

Adakalanya, sebagian besar masyarakat sudah lupa bahwa kekayaan dan keanekaragaman hayati adalah titipan dari Tuhan yang harus dijaga demi kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Merujuk pada berita di media massa akhir-akhir ini, eksploitasi demi eksploitasi terus terjadi  terhadap keanekaragaman hayati nusantara.  Akibat dari kondisi tersebut diantaranya adalah bencana alam dan kepunahan jenis (baik satwa maupun tanaman). Kemudian, menurut ahli lingkungan, pemanasan global telah mengintai kita, dan bergerak maju ke depan seiring dengan meningkatnya laju kerusakan keanekaragaman hayati. Menghentikan kerusakan keanekaragaman hayati di Indonesia sepertinya masih sulit untuk diwujudkan apabila kepentingan ekonomi eksploitatif dan politik yang buruk masih mewarnai pengelolan lingkungan hidup. Adanya kawasan konservasi berupa taman nasional, cagar alam dan suaka margasatwa merupakan salah satu dari sekian banyak solusi untuk menurunkan laju kerusakan lingkungan dan pencegah penurunan kualitas keanekaragaman hayati di Indonesia.

Adanya kawasan-kawasan konservasi di negeri tercinta ini diharapkan mampu menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di dalamnya serta kehidupan sosial budaya masyarakat yang hidup di sekitarnya. Pulau Jawa yang tercatat sebagai pulau terpadat dan pulau terkonsentrasinya ekonomi Indonesia mempunyai banyak kawasan konservasi. Namun menurut pemikiran penulis merujuk pada beberapa bacaan, luasan wilayah dirasakan masih kurang untuk ukuran pulau Jawa serta kawasan konservasi tersebut masih terfragmentasi (terpecah-pecah) sehingga terjadi hambatan koneksi antara kawasan konservasi, padahal koneksi tersebut sangat dibutuhkan bagi jelajah satwa liar. Koneksi secara langsung dapat meningkatkan kualitas sumber daya genetik yang kemudian dapat menghambat laju kepunahan jenis dan kerusakan keanekaragaman hayati.

Di sini penulis ambil contoh pulau Jawa, dimana dari ujung barat sampai ujung timur pulau Jawa mempunyai banyak kawasan konservasi, baik berupa taman nasional ataupun cagar alam dengan beragamnya bentang alam sampai keanekaragaman hayatinya. Di bagian barat pulau Jawa pada umumnya mempunyai kondisi iklim yang lebih basah sedangkan bagian timur dari pulau Jawa mempunyai iklim yang lebih kering. Selain itu, berbagai satwa endemik ataupun satwa maskot di suatu kawasan taman nasional telah menjadikan kawasan tersebut sangat berarti bagi tempat tinggal terakhir satwa-satwa tersebut. Menurut UU No. 5 tahun 1990, taman nasional didefinisikan sebagai kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dengan melihat definisi tersebut maka alangkah baiknya wisata atau travelling yang akan kita lakukan nantinya dapat lebih diarahkan untuk mengunjungi kawasan taman nasional, karena selain wisata atau rekreasi, pengetahuan akan pentingnya konservasi pun akan tertanam dalam hati.

Bagi para penikmat burung dan hidupan liar, kawasan taman nasional juga menawarkan eksotisme burung-burung liar yang mungkin tidak dijumpai di kawasan lain, sehingga tak jarang kawasan ini mempunyai program bird race atau kompetisi pengamatan burung. Atau untuk penikmat tantangan alam, kawasan taman nasional juga sangat menawarkan tantangan alam yang sangat menakjubkan. Apalagi di tengah menjamurnya teknologi perekam gambar seperti saat ini, mengunjungi kawasan konservasi akan memberikan nilai tambah tersendiri. Selain itu, kunjungan ke taman nasional dapat dijadikan ajang untuk mendukung program pariwisata Indonesia dan tentunya mendukung pelestarian alam di Indonesia. Apabila kita berminat dan akan berwisata ke sana, jangan lupa mengurus surat ijin masuk kawasan konservasi ya.

Artikel singkat mengalami sedikit modifikasi dari artikel pertama yang oleh penulis diposting di Kompasiana pada bulan Juni 2010.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa