Langsung ke konten utama

Pangalengan, Antara Peternakan Sapi, Perkebunan, dan Burung Liar

Pangalengan, sebuah kecamatan di daerah Bandung selatan merupakan daerah dengan bentang alam berupa pegunungan dengan suhu udara yang lebih rendah dari suhu kota Bandung. Kondisi tersebut telah menjadikan kawasan ini sebagai daerah yang sesuai sebagai daerah agribisnis, sebagai kawasan yang menghasilkan produk-produk perkebunan dan produk-produk peternakan. Produk utama daerah ini adalah susu sapi dan hasil perkebunan, seperti kentang dan teh. Jalan berkelok-kelok yang merupakan ciri khas jalan menuju arah pegunungan merupakan sambutan pertama sebelum masuk ke jantung kecamatan Pangalengan, sambutan berikutnya yang tak kalah mengagumkan adalah bukit-bukit berhiaskan pohon-pohon pinus dan kemudian disusul perkebunan teh, kemudian tak ketinggalan toko-toko penjual produk-produk olahan susu (karamel susu, krupuk susu dan juga dodol susu) menghiasi tepi jalan menuju jantung kecamatan Pangalengan. Sepintas kawasan ini hanya tampak sebagai kawasan dengan perkebunan teh yang luas, tetapi jika ditelusuri lebih ke dalam lagi maka akan terlihat usaha/kegiatan peternakan sapi perah dan perkebunan kentang, dimana usaha tersebut telah menjadi penggerak utama perekonomian wilayah Pangalengan. Adanya koperasi susu sapi perah yang bernama KPBS Pangalengan, balai pembibitan kentang, dan juga pabrik teh telah meramaikan kawasan ini.

Praktek pelayanan kesehatan reproduksi sapi perah di bulan Juli 2010 telah membawa penulis mengenal wilayah ini, sembari berpraktek dengan sapi-sapi perah, penulis sempatkan menikmati indahya alam dan biodiversitas wilayah Bandung Selatan, terutama Pangalengan. Setiap menuju ke kawasan peternak-peternak sapi perah yang umumnya melewati perkebunan teh, selalu penulis sisihkan waktu untuk mencari "kehidupan" lain yang tak kalah menarik dari bentang alam Pangalengan dan juga jarang dilirik masyarakat Pangalengan sendiri, yaitu burung-burung liar diantara perkebunan teh, hal ini merupakan sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. Namun, sayangnya pengamatan hanya dilakukan dengan mata telanjang karena ketiadaan binokuler. Walaupun dengan mata telanjang, burung-burung liar itu masih terlihat menawan dengan tingkah dan kicauannya, meski dengan sedikit jenis yang dijumpai. Birdwatching ini pun telah menjadi hiburan tersendiri ditengah penatnya bergelut dengan sapi-sapi perah.

Ternyata tidak jauh dari pusat kecamatan terdapat wilayah perkebunan teh Malabar dengan cagar alam Malabar yang dikelilingi oleh perkebunan teh dan terdapat makam Boscha, bapak pendiri observatorium Boscha di Lembang. Perkebunan, peternakan dan hidupan liar yang masih menyatu di wilayah ini sudah sepatutnya dijaga, misalnya tidak berburu satwa liar di wilayah ini karena kombinasi seperti ini secara tidak langsung akan ikut menjaga kelestarian alam wilayah Bandung Selatan terutama Pangalengan dan secara tidak langsung dapat menjadi daya tarik wisatawan yang ingin wisata mengamati burung-burung liar di tengah perkebunan dan kawasan peternakan. Salam lestari !!!

Tulisan singkat ini ditulis di Kompasiana pada bulan Agustus 2010, sedikit modifikasi dilakukan untuk diposting di blog mlakuwae.blogspot.co.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa