Langsung ke konten utama

Mempertanyakan Ulang Keindonesiaan Kita

Tulisan opini singkat ini ditulis dan diposting di Kompasiana pada 17 Januari 2012, untuk sekedar mengingatkan bahwa kita dikaruniai oleh Tuhan sebidang tanah surga yang bernama Indonesia. Mari kita syukuri karunia dan nikmat tersebut dengan mencintai Indonesia.

-------------------------------------------------------------------

"Eh, dimana itu, bagus ya, luar negeri sepertinya ya"

Sebuah pertanyaan retoris terlontar dari seorang karyawan sebuah tempat keramaian di dekat ibukota negara. Entah basa-basi menunggu jam istirahat usai ataukah benar-benar terheran-heran melihat tayangan televisi siang yang kebetulan saat itu menayangkan program acara anak, dimana stasiun televisi tersebut menyajikan aktivitas anak-anak dari daerah Indonesia bagian timur. Selain itu, tim kreatif tayangan tersebut juga membalutnya dengan keindahan alam Indonesia bagian timur, yang begitu menakjubkan.

"Ah, itu kan orang-orang pedalaman, lihat saja", salah seorang karyawan menimpalinya dengan santainya sambil menghembuskan asap rokoknya.

"Emang itu di Indonesia?"

"Tau deh, kayaknya sih iya, orang pedalaman pokoknya"

"Ada juga yang seperti itu ya"

Sebuah percakapan singkat siang itu sebenarnya terkesan biasa-biasa saja. Namun, jika ditelisik lebih jauh, tampaknya dua orang karyawan tersebut dapat jadi mewakili sebagian besar masyarakat Indonesia terutama yang tinggal dan menggantungkan hidupnya pada hiruk-pikuk kota. Mereka berdua dapat jadi sebuah contoh betapa masyarakat Indonesia belum dan sepertinya juga tidak yakin akan "Indonesia", sebuah wilayah negara bangsa. Entahlah, sengaja ataukah ketidaksengajaan, ataukah memang tidak tahu-menahu tentang Indonesia. Rasa-rasanya mereka adalah sebuah sampel dimana masyarakat negeri ini hanya mengenal negara Jakarta, negara Surabaya, negara Bandung, dan lain sebagainya. Entahlah, berapa persen yang mengenal negeri yang bernama Indonesia ini.

Apatah kondisi seperti ini dapat "menenggelamkan" NKRI dalam rawa-rawa bermetan.

Ketidaktahuan dan ketidaksadaran jika mereka hidup dalam sebuah ceruk besar yang bernama Indonesia tampaknya telah menjangkiti sebagian masyarakat muda negeri ini. Sikap tersebut akan menjadi sebuah karakter masyarakat muda negeri ini dan akhirnya menimbulkan sebuah rasa ketidakpedulian. Rupa-rupanya kondisi yang demikian itu kemungkinan muncul akibat mereka terlalu "mengelu-elukan" kehidupan kota, kehidupan yang serba ada, kehidupan yang menelikung kenyataan di luar sana. Entahlah.

Umumnya juga, mereka akan merasa alam negeri ini hanya sebatas tempat mereka hidup dan tinggal. Eksotisme alam dan budaya masyarakat Indonesia lainnya biasanya dianggap bukan kepunyaan negeri ini. Tampaknya hanya tersisa sebuah anggapan bahwa negeri ini haruslah berisikan jalan raya dengan deretan mobil dan kendaraan lainnya yang antre menyeberang di sebuah perempatan, dengan kanan kiri berhias bangunan-bangunan bertingkat gaya baru, serta kesibukan karyawan kantoran dan pekerja yang tidak lupa menenteng sebuah "Blackberry".

Entah, Indonesia yang bagaimanakah yang ada di dalam benak setiap masyarakat. Sungguh miris jikalau dalam imaji warga negaranya, Indonesia justru menjelma menjadi ceruk-ceruk kecil. Apatah hilangnya kesadaran toleransi juga akan muncul akibat kondisi ini, entahlah.

Negeri ini kaya akan budaya, seni, tradisi, bentang alam, keanekaragaman hayati, kearifan lokal, tradisi, dan keanekaragaman kehidupan sosial. Itulah yang harus tertanam dalam imaji setiap anak bangsa.

Namun, entahlah, tidak gampang rasanya. Betapa banyak anak-anak muda yang di sekolahnya hanya diajarkan ilmu teori dalam text book, hanya mengejar nilai bagus, dan mengejar masuk ke dalam sekolah dan perguruan tinggi top nasional juga internasional, serta mengejar masuk menjadi karyawan di perusahaan-perusahaan top.

Entahlah, ke-Indonesiaan kita tampaknya perlu dipertanyakan ulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shutter Healing #01 : Bersepeda Memotret Suasana Bekasi Sebelum Lebaran

Shutter healing merupakan istilah yang saya ciptakan dimana menekan tombol shutter merupakan salah satu bentuk healing dan aktivitas yang membahagiakan. Bagi saya, ada dua bentuk healing yang paling membahagiakan; yaitu bersepeda dan memotret. Oleh karena itu, memotret dengan menekan tombol shutter disertai dengan bersepeda sudah pasti meningkatkan gairah kebahagiaan saya. Shutter healing episode 01 ini dilakukan di kota Bekasi dengan bersepeda menggunakan sepeda lipat keliling kota Bekasi. Kenapa sepeda lipat?, karena ada suasana santai saat bersepeda dengan sepeda lipat, dimana saya bisa menengok kanan dan kiri. Ketika ada sesuatu yang bagus dan unik, ambil kamera, bidik, tekan tombol shutter dan "jepret", gambar peristiwa terekam. Beberapa foto telah saya rekam pada episode shutter healing tanggal 9 April 2024. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1, dimana kamera ini sudah berumur sangat tua, pertama release pada tahun 2010. Kamera tua tidak masalah bagi saya,

Pengalaman Pertama Kali Develop Film Black And White

Memotret dengan kamera film atau analog dibutuhkan kesabaran tersendiri, pasalnya setelah selesai memotret, kita tidak bisa melihat gambar hasil jepretan seperti pada kamera digital. Untuk dapat melihat hasil jepretan, fotografer diwajibkan mencuci atau develop film terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan scan untuk merubah gambar menjadi format digital ataupun langsung dicetak ke dalam kertas foto. Di kesempatan ini, penulis mencoba memotret di kawasan Mutiara Gading Timur, Bekasi, menggunakan kamera Fujica 35 FS dengan film roll Fujifilm Neopan SS ISO 100 yang sudah expired tahun 2007. Fujifilm Neopan SS merupakan film negatif black and white dengan 36 exposure. Setelah menghabiskan 36 frame dalam satu hari, penulis kemudian mencoba untuk melakukan develop film sendiri dan develop film negatif black and white  kali ini merupakan pertama kali yang penulis lakukan. Tiada rotan akar pun jadi, pepatah ini akhirnya terpakai, dimana penulis merubah kamar mandi menjadi kamar gelap.

Shutter Healing #2 : Memotret Bekasi Setelah Lebaran

Shutter healing pada tanggal 14 April 2024 saya lakukan dengan menyusuri kota Bekasi dengan menggunakan sepeda lipat. Kamera yang digunakan adalah Olympus Pen E-PL1 yang merupakan kamera mirrorless lawas. Beberapa hasil jepretan dalam shutter healing diantaranya adalah : Seorang pengendara motor melewati jalan HM. Joyomartono, kota Bekasi (14/4/24). Suasana di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melaju di Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Seorang pejalan kaki di sekitar Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara motor melalui Jl. Insinyur Haji Juanda, kota Bekasi (14/4/24). Pengendara kendaraan bermotor melalui Jl. Pengairan dan Jl. Villa Raya, kota Bekasi (14/4/24). Pejalan kaki melalui Jl. Ahmad Yani, kota Bekasi (14/4/24). Shutter healing yang saya lakukan pada tanggal 14 April 2024 merekam suasana sebagian kecil kota Bekasi pada 4 hari setelah hari raya Idul Fitri. Di beberapa sudut jalanan masih terlihat suasa